Zonaberita – Band punk asal Bandung yang dikenal dengan gaya musik penuh energi, Dongker, baru-baru ini hadir di Pengadilan Musik DCDC untuk membahas album terbarunya yang bertajuk “Ceriwis Necis”. Acara yang digelar pada Jumat malam (29/11/2024) ini menjadi ajang menarik bagi para penggemar musik punk, karena selain mendengarkan pembahasan mendalam tentang album baru mereka, juga terdapat diskusi terkait perkembangan musik punk di Indonesia.
Dongker yang terbentuk pada tahun 2018, dikenal dengan lirik-lirik tajam dan penuh kritik sosial, menciptakan album “Ceriwis Necis” sebagai bentuk ekspresi dari perjalanan mereka selama ini. Sidang di DCDC (Dunia Cerdas Dunia Cerdas) Pengadilan Musik ini tidak hanya menarik perhatian fans mereka, tetapi juga menjadi pembahasan hangat di kalangan pengamat musik, khususnya dalam menggali lebih dalam sisi musikal dan sosial dari band ini.
Sidang Pengadilan Musik DCDC: Apa Itu dan Apa yang Terjadi?
Bagi sebagian orang, istilah Pengadilan Musik DCDC mungkin masih terdengar asing. DCDC adalah singkatan dari Dunia Cerdas Dunia Cerdas, sebuah platform musik yang berfokus pada perkembangan musik indie di Indonesia. Pengadilan Musik DCDC sendiri merupakan acara di mana band atau musisi diundang untuk membahas karya terbaru mereka secara terbuka kepada publik. Acara ini berbeda dengan konser biasa, karena lebih mengarah pada diskusi dan evaluasi terhadap album atau karya yang baru saja dirilis.
Pengadilan Musik ini diadakan untuk memberikan ruang bagi musisi untuk berbicara tentang proses kreatif di balik karya mereka, serta menjawab berbagai pertanyaan dari juri yang terdiri dari musisi, kritikus musik, dan penggemar. Tentu saja, acara ini juga menjadi ajang interaksi yang seru bagi penggemar yang ingin mengetahui lebih dalam tentang band atau musisi favorit mereka.
Dongker dan Album Terbaru: “Ceriwis Necis”
Album “Ceriwis Necis” adalah album kedua dari band yang digawangi oleh Riki (vokal), Bagas (gitar), Iwan (drum), dan Dika (bass). Mengusung tema kehidupan sosial dengan lirik-lirik yang satir dan penuh sindiran, Dongker kembali menggali isu-isu yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari kemunafikan sosial hingga kritik terhadap budaya pop yang berlebihan.
“Ceriwis Necis” menjadi lebih dari sekadar album musik bagi Dongker. Ini adalah sebuah kritik terhadap kondisi sosial dan budaya di sekitar mereka, yang mereka anggap semakin menjauh dari nilai-nilai sederhana dan autentik. Mereka merasa bahwa banyak yang terlalu sibuk dengan penampilan luar (dalam hal ini, ‘necis’) dan lupa akan nilai-nilai yang lebih dalam dalam hidup—sesuatu yang sering mereka anggap sebagai hal yang ‘ceriwis’ atau remeh-temeh.
Album ini terdiri dari 10 lagu, dengan track pembuka berjudul “Fesyen Palsu”, yang langsung menggebrak dengan lirik yang langsung mengkritik dunia mode yang menurut mereka berlebihan dan penuh kepalsuan. Ada juga lagu seperti “Neon Budaya”, yang menggambarkan bagaimana masyarakat kita terlalu fokus pada hal-hal yang bersifat materialistik dan dangkal.
Apa yang Dibahas di Sidang Pengadilan Musik?
Dalam acara Pengadilan Musik DCDC, Dongker berbicara panjang lebar tentang proses kreatif di balik pembuatan album ini. Mereka menyebutkan bahwa inspirasi utama datang dari kondisi sosial yang mereka rasakan sehari-hari. Para personel Dongker juga membahas tantangan dalam menciptakan album yang dapat diterima oleh audiens yang lebih luas, tanpa kehilangan esensi punk yang menjadi ciri khas mereka.
Riki, sang vokalis, menjelaskan bahwa konsep album ini berawal dari rasa frustrasi mereka terhadap dunia yang semakin dipenuhi dengan hal-hal yang mereka anggap tidak penting dan berlebihan. “Kami ingin membuat album yang bisa mengingatkan orang untuk lebih fokus pada nilai-nilai yang sejati, dan mengurangi obsesi terhadap hal-hal yang sifatnya hanya kosmetik,” ujarnya.
Sementara itu, Bagas (gitar) dan Dika (bass) menambahkan bahwa mereka sangat menekankan pada kekuatan musikalitas dalam album ini. Mereka ingin menunjukkan bahwa punk bisa tetap eksperimental dan tidak terjebak pada formasi atau aturan musik yang kaku. “Kami coba bermain dengan berbagai elemen baru, seperti memasukkan elemen jazz dan rock alternatif yang jarang ditemukan dalam genre punk,” ungkap Bagas.
Tanggapan Juri dan Penggemar
Sidang ini juga melibatkan berbagai juri yang terdiri dari kritikus musik, produser, dan sesama musisi, yang memberikan feedback terhadap album “Ceriwis Necis”. Secara umum, mereka mengapresiasi upaya Dongker dalam mempertahankan keaslian musik punk, sambil tetap membuka diri terhadap elemen-elemen baru. Namun, beberapa juri juga memberi catatan bahwa meskipun album ini punya potensi besar, ada beberapa bagian yang bisa lebih dipoles dari segi produksi dan pengaturan musik.
Penggemar yang hadir di acara ini juga antusias memberikan dukungan mereka. Banyak yang merasa album ini benar-benar menggambarkan keresahan dan kegelisahan yang mereka rasakan sehari-hari. “Lagu-lagunya sangat relate dengan kehidupan sekarang. Terutama lagu ‘Fesyen Palsu’ yang benar-benar mengingatkan saya tentang budaya superficial yang kita hadapi sekarang,” ungkap salah satu penggemar yang hadir.
Masa Depan Dongker di Industri Musik
Album “Ceriwis Necis” menjadi langkah penting bagi Dongker untuk menunjukkan eksistensinya di kancah musik indie Tanah Air. Meski masih banyak tantangan yang harus mereka hadapi, seperti penerimaan dari audiens mainstream dan persaingan ketat di industri musik, Dongker percaya bahwa mereka berada di jalur yang benar.
“Ini baru permulaan. Kami berharap album ini bisa membuka lebih banyak peluang bagi kami untuk berkolaborasi dengan musisi lain dan memperkenalkan punk Indonesia ke level yang lebih tinggi,” kata Iwan, sang drummer.
Dongker bertekad untuk terus berkarya dan membawa pesan-pesan kritis melalui musik, sembari menjaga semangat punk yang menjadi identitas mereka.
Kesimpulan
Sidang di Pengadilan Musik DCDC menjadi tonggak penting dalam perjalanan karier Dongker, band punk asal Bandung ini. Dengan album baru mereka, “Ceriwis Necis”, Dongker berhasil memberikan karya yang tidak hanya menghibur tetapi juga penuh pesan sosial yang kuat. Melalui acara ini, Dongker berhasil menunjukkan bahwa musik punk masih relevan di era sekarang, dan dapat menjadi medium untuk menyuarakan kritik terhadap kondisi sosial yang ada.
Dari sini, kita bisa berharap lebih banyak lagi karya-karya musik yang berbicara tentang masalah sosial, sekaligus menjadi pengingat bagi kita untuk lebih menghargai makna hidup yang lebih mendalam, jauh dari hiruk-pikuk budaya konsumerisme yang kerap kali menguasai dunia kita.